Home Opini Guru Upaya Pencegahan dan Pengelolaan Bullying di Sekolah

Upaya Pencegahan dan Pengelolaan Bullying di Sekolah

by admin

Oleh: Eka Syafitri, SE, M.Si.,Gr

Dalam The Social Work Dictionary oleh Barker, seperti yang dikutip Abu Huraerah, kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.

Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan sering pula dikenal dengan istilah “bullying”. Istilah bullying diilhami dari kata Bull (bahasa Inggris) yang berarti “banteng” yang suka menanduk. Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/kelompok (Sejiwa, 2008, Bullying, Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak, PT Grasindo, Jakarta, hlm 2).

Bullying menurut Ken Rigby adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Perilaku bullying yakni merupakan suatu tindakan kekerasan yang mana dilakukan oleh pihak secara berulang-ulang dan sifatnya menyerang karena pihak pelaku penyerangan bullying yang merasa lebih dan hebat dari pihak korban, yang dilakukan dari segi serangan emosional, verbal, atau fisik. Bullying disebut juga sebagai perundungan.

Dari situs Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) disebutkan bahwa bullying atau perundungan adalah salah satu dari 3 dosa besar pendidikan, selain kekerasan seksual dan intoleransi. Sehingga tindakan bullying di sekolah tentu perlu perhatian khusus dan tidak dapat disepelekan.

Bentuk bullying yang terjadi ada banyak macam jenisnya tergantung pada tujuan dan motif pelaku kepada korban, antara lain: fisik, prejudicial, financial, cyber, dan verbal.

Tanpa disadari bullying (perundungan) juga dilakukan oleh guru di sekolah, seperti membanding-bandingkan kemampuan siswanya secara terus menerus, padahal semua orang, apalagi siswa yang berasal dari lingkungan masyarakat, keluarga, dan ekonomi yang berbeda akan mempengaruhi pola berfikir baik secara akademik maupun sosial.

Guru tidak diizinkan menyamaratakan kemampuan siswanya karena setiap anak itu unik dan jika diberikan kesempatan maka mereka akan dapat menemukan potensinya tanpa tekanan dari pihak manapun. Hal tersebut sesuai dengan kurikulum merdeka yang menghargai adanya perbedaan dalam cara belajar siswa (Diferensiasi), sebagai guru harus menghargai kecerdasan majemuk (Howard Gardner). 

Seyogyanya seorang guru sudah seharusnya menjadi role model bagi siswa dan lingkungan masyarakat. Selaras dengan Visi Sekolah Sukma Bangsa Pidie yang berbunyi ‘ Menciptakan lingkungan pendidikan yang positif dan berkelanjutan bagi warga belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kemampuan akademis, terampil, dan berakhlak mulia.’

Dan berkaitan dengan salah satu budaya 4 No yaitu (No Bulliying, No Cheating, No Smooking, dan No Littering). Sekolah Sukma Bangsa Pidie sangat konsisten untuk mencegah dan mengupayakan dengan maksimal pengelolaan bullying yang terjadi di sekolah.

Fokus Sekolah Sukma Bangsa Pidie dalam mencegah dan mengelola bullying di sekolah dibuktikan dengan kegiatan workshop yang dihadiri oleh penggiat, komunitas pemerhati anak, kepala sekolah, dan guru-guru yang ada di lingkungan pendidikan Kabupaten Pidie pada kegiatan workshop Pendidikan Damai dengan tema “Mencegah dan Mengelola Bullying di Sekolah”, yang diadakan pada hari Senin, 26 Februari 2024 yang lalu sebagai rangkaian Open House Casablanca Meuhase tahun 2024.

Oleh karena itu dibutuhkan solusi sebagai cara mengatasi bullying di sekolah, antara lain: Membuat layanan aduan kekerasan di sekolah; Berkomunikasi aktif dengan siswa, orang tua siswa dan guru; Membuat kesepakatan anti perundungan; Dan memberi bantuan kepada siswa yang menjadi korban.

Selain itu sekolah harus memiliki tata tertib berkaitan dengan pencegahan dan pengelolaan bullying seperti: Mengatur secara eksplisit bullying; Sanksi yang tegas terhadap pelaku bullying; Perlindungan terhadap korban dan saksi; Dan mekanisme pelaporan yang jelas.

Upaya pencegahan bullying ini dapat juga dilakukan oleh siswa dengan cara: Saling mendukung satu sama lain; Memahami dan menerima perbedaan tiap individu; Melindungi teman yang menjadi korban bullying; Dan mengembangkan budaya pertemanan yang positif.

Di sekolah Sukma Bangsa Pidie, terdapat siswa yang dikategorikan siswa istimewa, seperti autis dan disabilitas. Dengan keberadaan siswa yang istimewa tersebut mengajarkan kepada warga di sekolah Sukma Bangsa Pidie untuk meningkatkan pelayanan dan membangun empati, solidaritas, dan kolaborasi dengan semua pihak termasuk orang tua.

Begitu pula dengan siswa yang istimewa dan orang tua mereka sangat mengapresiasi pihak sekolah karena memberikan kesempatan untuk belajar di Sekolah Sukma Bangsa Pidie, terbukti dengan tersedianya fasilitas untuk siswa disabilitas dan kenyamanan lingkungan sosial yang mereka dapatkan dari semua warga sekolah. Bukti lain adalah siswa istimewa tersebut saat ini berada  di kelas 6 SD dan 9 SMP dan mereka melanjutkan ke level SMP dan SMA di sekolah Sukma Bangsa Pidie.

Usaha-usaha pencegahan dan pengelolaan bullying di sekolah juga tidak terlepas dari adanya kerja sama lintas lini yaitu kerja sama dengan orang tua, masyarakat dan pihak terkait, psikolog klinis, dan pendampingan dari dinas/lembaga pemerintahan daerah.

Anti perundungan di sekolah adalah komitmen resmi untuk mencegah dan melawan perilaku perundungan. Komitmen ini mencakup menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, menghormati perbedaan, dan mendukung korban perundungan karena dampak bullying di sekolah sangat merugikan anak, yaitu: Kesulitan berkonsentrasi; Penurunan prestasi akademik; Gangguan mental; Masalah kesehatan fisik; Merasa cemas dan takut; Kehilangan kepercayaan diri; Merasa rendah diri dan tidak berharga; Stress dan depresi.

Kita sebagai guru dan semua pihak yang berada di lingkungan Pendidikan harus fokus dalam pencegahan dan pengelolaan bullying anak di sekolah.

Saat ada siswa melaporkan tentang bentuk bullying sebagai guru harus memberikan kesediaan dan kesiapan untuk mendengar dan menyelesaikan bukan dibiarkan begitu saja bahkan diintimidasi.

Maka kembalilah kepada visi dan misi guru secara utuh, guru sebagai pendidik, sebagai teman, dan orang tua di sekolah, berikan hak siswa dengan sepenuhnya. []

)* Penulis adalah Guru Ilmu Sosial SD Sukma Bangsa Pidie.

 

 

You may also like

Leave a Comment