Home Opini Guru Menjadi Siswa Merdeka Belajar

Menjadi Siswa Merdeka Belajar

by admin

Oleh: Nurul Hakiki, S.Pd

Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di pikiran diri ini seolah-olah menjadi tanda tanya besar dalam benak saat mengingat kembali reunian sekolah. Dalam larutan obrolan tersebut terlontar pembahasan yang selalu dianggap hangat dalam circle pertemuan angkatan itu.

Mereka bertanya-tanya mengenai nasib “sang juara kelas” yang dulu pernah mendominasi kelas dalam perolehan hasil belajar terbaik dan menjadi bintang kelas di angkatannya. Sekarang jadi apa ya? Sahut salah seorang teman yang menanggapi.

Sontak pertanyaan ini membuat orang yang mendengarkan mengingat-ingat kembali siapa yang dulu menjadi bintang di kelasnya saat masih mengenyam bangku pendidikan dan menyadari siapa dan apa profesi sang juara kelas tersebut.

Mengingat kembali atas apa yang dialami oleh sang bintang kelas tadi, terbersit di benak kita apa yang salah dengan pendidikannya selama ini? Barangkali ada miskonsepsi belajar yang dialami sang bintang kelas. Bisa ia sekadar belajar untuk siap mengikuti ujian dan belajar sekadar menghafal serta menggunakan rumus pada pembelajaran untuk bisa lulus dari sekolah.

Ketidakpahaman guru pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai juga menjadi salah satu faktor yang menentukan seperti apa hasil sang bintang di masa depan.

Guru yang mengontrol sepenuhnya proses belajar siswanya, guru hanya mengukur keberhasilan belajar siswa dengan merujuk kepada nilai akhir berupa angka standar, penilaian hasil belajar sepenuhnya menjadi otoritas sang guru, serta guru yang menyamaratakan cara mengajar kepada semua siswanya tanpa melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing individu siswanya.

Belajar itu apa? Apabila pertanyaan seperti ini dilontarkan kepada siswa, maka akan mendapatkan jawaban yang sangat bervariasi. Sebagian siswa akan menjawab belajar itu berangkat ke sekolah, mengerjakan soal-soal, untuk memperoleh hasil terbaik setelah ujian, bahkan ada juga yang menjawab kegiatan membaca buku dan mendengarkan penjelasan dari guru.

Apabila tidak di sekolah, maka anak-anak tidak belajar. Bila tidak ada ujian, maka anak tidak belajar. Sungguh miris menghadapi kenyataan bahwa hampir separuh siswa tidak benar-benar memahami makna belajar dan tujuan pendidikan, hal ini menjadi refleksi kita bersama dalam memahami tujuan belajar dengan mengenali miskonsepsi tentang belajar.

Apa benar miskonsepsi tujuan pendidikan mempengaruhi pencapaian karier di masa depan? Pada dasarnya konsep dari tujuan pendidikan adalah menjadikan siswa siap hidup dengan segala kondisi (survive) bukan siap ujian, mengikuti ujian bermakna bukan ujian standar, kemampuan bernalar bukan menghafal, mengutamakan kompetensi bukan nilai angka, dan memiliki kemandirian penyelesaian masalah bukan kepatuhan.

Bagi pendidikan KH Dewantara, tujuan dari dilakukannya proses pendidikan adalah untuk “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya, baik sebagai manusia ataupun sebagai masyarakat” (Dewantara, 1961: 20).

Berbagai konsep yang dikembangkan oleh siswa sendiri dan tidak sinkron dengan fakta-fakta ilmiah disebut sebagai miskonsepsi serta menciptakan hambatan dalam belajar (Cardak, 2009).

Miskonsepsi yang telah terbentuk akan sulit untuk dirubah dan bahkan akan berdampak negatif terhadap pembelajaran (Goris, 2015).

Mengajukan penjelasan tentang fenomena yang bertentangan dengan fakta biasanya dilakukan oleh siswa yang mengalami miskonsepsi dalam belajar.

Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian dari para ahli dalam bidang ilmu tersebut. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif.

Miskonsepsi terjadi karena siswa tidak mampu menghubungkan fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah.

Kemerdekaan dalam pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara itu berarti hidup tidak diperintah, maknanya anak-anak punya minat belajar tanpa disuruh serta memiliki inisiatif untuk mengembangkan dirinya sendiri.

Kemudian, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, artinya anak-anak bisa hidup secara mandiri. Terakhir, bijak dalam mengatur hidupnya dengan tertib dimana anak-anak cakap dalam mengatur hidupnya sendiri.

Salah satu komponen yang dapat menumbuhkan self-regulated learner yaitu efikasi diri dan motivasi intrinsik. Seseorang dapat menunjukkan secara percaya diri hasil belajar berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan dan didorong oleh motivasi dalam diri sehingga merasakan kepuasan dalam mencapai belajar.

Oleh karena itu, sangat penting untuk menetapkan tujuan sehingga seseorang dapat mengukur kemampuan diri berdasarkan nilai diri dan kemampuan berpikir.

Tiga komponen penting yang perlu dilakukan oleh guru; Pertama melibatkan murid menentukan tujuan; Kedua memberikan pilihan cara; Ketiga dan mengajak untuk melakukan refleksi (Barry Zimmerman, 2000).

Siswa dilibatkan dalam menentukan tujuan belajar, tidak hanya tujuan belajar pada materi tertentu namun juga hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup juga dianggap sebagai bentuk belajar, jadi belajar tidak hanya berbatas di dalam kelas saja. Siswa juga punya cara yang efektif yang dirasanya dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi agar siswa lebih mandiri terhadap dirinya, jadi berikan berbagai pilihan cara.

Terakhir mengajak untuk melakukan refleksi agar pengalaman yang dialami menjadi pelajaran untuk siswa agar tidak melakukan kesalahan yang sama pada pengalaman sebelumnya.

Tujuan pendidikan yang memerdekakan murid sangatlah penting agar tidak mengalami menderita belajar.

Ciri-ciri merdeka belajar bagi siswa yaitu: 

Komitmen
Siswa yang berorientasi pada tujuan dan pencapaiannya. Siswa antusias untuk terus mengembangkan diri dalam berbagai bidang.

Mandiri
Siswa mampu mengatur prioritas pengerjaan serta dapat menentukan cara-cara yang sesuai untuk bekerja secara adaptif.

Refleksi
Siswa mengevaluasi dirinya sendiri terhadap kelebihan dan kekurangannya, siswa juga paham point-point yang perlu ditingkatkan dan bagaimana melakukannya, serta mampu menilai pencapaian dan kemajuan.

Dengan memahami konsep tujuan pendidikan, diharapkan siswa merdeka dalam belajar dan adaptif di lingkungannya. []

)* Penulis adalah Guru Matematika SD Sukma Bangsa Pidie.

 

 

You may also like

Leave a Comment