Home Opini Guru Kecanduan Gadget Menyebabkan Siswa Berperilaku Buruk?

Kecanduan Gadget Menyebabkan Siswa Berperilaku Buruk?

by admin

Oleh: Riazul Iqbal, S.Pd.I.,Gr.,M.Si

Kecanduan gadget pada anak-anak, terutama generasi digital native yang lahir di atas tahun 2000, menjadi perhatian utama dalam era di mana teknologi telah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Gadget, seperti pisau bermata dua, dapat digunakan secara positif untuk keperluan edukasi, tetapi juga dapat memicu perilaku negatif pada anak-anak.

Dalam konteks pembelajaran, gadget memberikan manfaat besar dengan memudahkan akses informasi, berkolaborasi dengan teman melalui platform daring, dan meminta bantuan dari AI. Namun, dampak negatifnya tidak boleh diabaikan. Anak-anak yang terlalu terbiasa dengan gadget cenderung merasa asing dengan dunia nyata, rentan terhadap bullying, dan memiliki ketidakmampuan dalam menghadapi penderitaan atau pembulian dari orang lain.

Dr. Amri Fatmi, seorang ustaz lulusan Al-Azhar menggarisbawahi pentingnya interaksi sosial anak-anak untuk pengembangan psikologis dan kesejahteraan mental. Anak-anak yang lebih suka menyendiri dan terpaku pada permainan, apalagi  judi online, dapat kehilangan kemampuan untuk bersabar dan tahan fisik serta mental. Sebaliknya, anak-anak yang aktif bergaul dengan teman lebih mampu mengatasi cobaan dan ejekan, sesuai dengan ajaran dalam hadis nabi tentang keutamaan bersabar dalam menghadapi gangguan teman.

Perubahan pola perilaku anak-anak terlihat jelas dalam kegiatan sehari-hari. Tempat-tempat umum yang dulu diisi dengan remaja yang berolahraga, bermain di pekarangan komplek, atau bersepeda keliling kampung, kini semakin sepi karena anak-anak lebih memilih berdiam diri di rumah, warung kopi, atau tempat dengan koneksi Wi-Fi untuk sibuk dengan gadget masing-masing.

Dampak kecanduan gadget juga mencakup hilangnya keterampilan berkomunikasi dalam kehidupan nyata. Anak-anak yang terlalu fokus pada smartphone mereka cenderung gugup berkomunikasi dengan orang lain secara langsung. Ini berbanding terbalik dengan keaktifan mereka dalam berinteraksi di dunia maya, terutama melalui platform seperti TikTok dan Instagram.

Algoritma media sosial menjadi faktor penting dalam membentuk preferensi konten anak-anak. Jika mereka lebih suka mencari bahan belajar atau informasi positif, algoritma akan menyesuaikan konten di beranda mereka. Namun, sebaliknya, jika mereka tertarik pada konten negatif, algoritma akan mengarahkan mereka ke konten-konten yang mungkin tidak sehat.

Beberapa lembaga pendidikan dan orang tua telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kecanduan gadget ini. Ada yang mengumpulkan gadget selama jam pelajaran, membatasi waktu penggunaan gadget, bahkan sampai pada tindakan merusak handphone seperti yang dilakukan oleh sebuah pesantren. Namun, pertanyaan muncul apakah langkah-langkah ini sudah tepat ataukah ada pendekatan lain yang lebih efektif.

Pada tingkat keluarga, terdapat berbagai pendekatan dalam menghadapi kecanduan gadget anak. Ada yang melepas hape kepada anak tanpa batasan waktu, sementara yang lain membatasi penggunaan gadget, misalnya hanya satu jam setelah pulang sekolah atau hanya saat ada tugas sekolah. Di sekolah-sekolah tertentu, pengaturan penggunaan hape dilakukan dengan cara mengumpulkan gadget pada jam sekolah dan mengembalikannya setelah belajar selesai.

Pendidikan sendiri kadang-kadang tidak dapat dipisahkan dari penggunaan teknologi. Anak-anak mencari referensi, membuat video tugas, mengumpulkan tugas ke email, dan berkolaborasi dengan guru serta teman melalui aplikasi dan platform digital.

Pentingnya literasi digital juga semakin mencuat, karena guru memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan anak-anak agar memiliki ketangguhan mental di dunia nyata dan mampu menggunakan teknologi secara bijak. Di tengah persaingan global yang semakin ketat, tugas guru semakin berat dalam membentuk siswa agar menjadi individu yang seimbang dan berkembang secara holistik.

Menurut ahli psikologi anak, Dr. Lisa Strohman, kecanduan gadget dapat berdampak pada perkembangan otak dan kesehatan mental anak-anak. Terlalu banyak waktu di depan layar dapat menghambat kemampuan mereka untuk berkembang secara sosial, emosional, dan kognitif. Dr. Richard Culatta, ahli pendidikan teknologi, menyoroti bahwa penggunaan gadget juga dapat memberikan peluang positif jika dikelola dengan bijak, membantu anak-anak mengembangkan keterampilan digital untuk masa depan.

Dengan demikian, sementara kecanduan gadget membawa risiko yang perlu diwaspadai, pengelolaan yang bijak dan seimbang dalam memandu anak-anak menggunakan teknologi dapat membuka peluang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Diperlukan kolaborasi antara pendidik, orang tua, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pemanfaatan teknologi secara positif dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari anak-anak.

Langkah-langkah yang telah diambil oleh beberapa sekolah dan pesantren, seperti mengumpulkan gadget selama jam pelajaran, adalah upaya untuk mengatasi kecanduan gadget dan mendorong keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata. Namun, pendekatan ini harus diimbangi dengan upaya positif dalam memandu anak-anak untuk menggunakan teknologi secara produktif dan edukatif.

Pentingnya literasi digital menjadi semakin nyata, baik bagi anak-anak maupun orang tua. Guru memiliki peran penting dalam mempersiapkan anak-anak agar memiliki ketangguhan mental dan kemampuan menggunakan teknologi secara bijak. Di sisi lain, orang tua perlu terlibat aktif dalam mengawasi dan membimbing anak-anak agar dapat mengelola waktu dan konten digital dengan benar.

Dalam menghadapi era teknologi yang terus berkembang, perlu adanya pendekatan holistik yang melibatkan kolaborasi antara pendidik, orang tua, dan lembaga pendidikan. Masyarakat perlu memahami bahwa teknologi bukanlah musuh, tetapi alat yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak jika digunakan dengan bijak.

Sebagai solusi, penggunaan teknologi seharusnya lebih terfokus pada pendekatan edukatif dan kreatif. Sekolah dan keluarga perlu mengintegrasikan teknologi ke dalam pembelajaran yang dapat merangsang daya kreatif dan kritis anak-anak. Selain itu, perlu adanya pengawasan dan pembatasan waktu penggunaan gadget untuk memastikan bahwa anak-anak tetap terlibat dalam kegiatan fisik, sosial, dan kreatif di dunia nyata.

Dengan demikian, penggunaan teknologi oleh anak-anak seharusnya diarahkan untuk memberikan manfaat positif dan membentuk generasi yang cerdas secara digital, sekaligus menjaga keseimbangan dengan kehidupan nyata. Melalui kolaborasi yang baik antara semua pihak terkait, kita dapat menciptakan lingkungan di mana teknologi menjadi alat pembelajaran dan pengembangan yang positif bagi masa depan anak-anak. []

)* Penulis adalah Guru SMP Sukma Bangsa Pidie.

 

 

You may also like

Leave a Comment