Home Highlight Kelas Matematika Menyenangkan, Ini Kuncinya!

Kelas Matematika Menyenangkan, Ini Kuncinya!

by admin

Oleh: Sugeng Handayani

Tidak dapat dipungkiri, matematika masih dianggap momok bagi sebagian besar siswa. Selain materinya penuh dengan angka-angka dan rumus-rumus, soal cerita yang  rumit, serta gambar bangun yang sulit dipahami, terkadang juga guru yang mengajar kurang bersahabat.

Hal tersebut yang dapat membuat siswa menghindar dari matematika, sehingga bila melihat roster ada mata pelajaran matematika apalagi ulangan, rasanya lebih baik izin tidak masuk dengan mencari alasan yang tepat, agar nantinya bisa ikut ujian susulan dengan harapan dapat sedikit ‘angin segar’ dari teman yang sudah ujian duluan.

Ketertarikan terhadap matematika yang masih kurang ternyata selaras dengan hasil The Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022. Hasil PISA bidang matematika yang didapatkan siswa Indonesia sebesar 366 poin dari rata-rata 472 poin dari negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), turun 10 poin dari tahun 2018.

Dari hasil tes PISA tersebut juga menggambarkan hanya sekitar 18% siswa Indonesia yang dapat mencapai tingkat kemahiran level 2 (kemampuan merepresentasikan situasi sederhana secara matematis) padahal kemampuan tersebut dapat dicapai oleh 69% siswa  di negara-negara OECD.

Hasil PISA juga menunjukkan, hampir tidak ada siswa di Indonesia yang mampu mencapai Level 5 atau 6, yaitu, kemampuan memodelkan situasi yang kompleks secara matematis, memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang tepat untuk menghadapinya. Padahal rata-rata 9% siswa di negara OECD memiliki kemampuan level 5 dan 6 ini.

Anggapan matematika menyeramkan, bisa terkikis bila siswa mengetahui manfaat dari materi yang dipelajarinya. Di setiap pembelajaran, guru harus menyampaikan terlebih dahulu manfaat yang diperoleh dari belajar matematika baik dari penerapan setiap konten yang sedang dipelajari maupun karakter yang didapatkan lewat angka demi angka ataupun variabel demi variabel yang mereka jabarkan setiap menyelesaikan persoalan matematika.

Misalnya saat belajar Trigonometri, guru dapat memulai dengan menceritakan asal muasal ilmu tersebut muncul, dan efek bila para ilmuwan terdahulu tidak menemukannya.

Di sini guru bisa memberikan contoh-contoh dari penerapan ilmu Trigonometri dalam kehidupan sehari-hari. Seperti di bidang teknik sipil dan arsitektur, berkat jasa para ilmuwan termasuk Al-Battani, jembatan Suramadu yang menghubungkan pulau Jawa dan pulau Madura bisa terbangun, juga dapat berdiri kokoh gedung tertinggi di dunia seperti Burj Khalifa, Dubai,  dan  pesawat canggih seperti Lockheed Martin F-22 Raptor milik Amerika Serikat ataupun SU Sukhoi Su-57 milik Rusia bisa diproduksi. Ilmu tentang sudut tersebut juga digunakan untuk membuat game melalui efek visual, animasi, dan grafik.

Dalam menceritakan kegunaan materi Trigonometri tersebut, juga dapat ditunjukkan berbagai bukti yang menyertainya. Bukti  jejak ilmu Trigonometri tersebut dapat ditampilkan melalui bantuan media yang ada, misalnya  lewat video ataupun gambar. Dengan begitu  siswa akan lebih yakin dan percaya dari cerita yang disampaikan, bahwa tanpa pemikir-pemikir terdahulu zaman tidak akan maju.

Terkadang siswa juga akan melontarkan pertanyaan, “Nantikan saya kuliahnya tidak di jurusan teknik atau berbau eksakta. Jadi untuk apa saya belajar matematika?” Pertanyaan tersebut sering muncul dan wajar bila siswa berpikiran seperti itu. Guru di sini dapat menjelaskan selain kegunaan dari segi konten, juga nilai karakter yang akan didapatkan lewat ketekunan dalam belajar matematika.

Menurut capaian pembelajaran (CP) matematika di kurikulum merdeka tingkat lanjut fase F, belajar matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Kompetensi tersebut diperlukan agar pembelajar memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, penuh dengan ketidakpastian, dan bersifat kompetitif.

Selain itu, pelajaran matematika juga membekali siswa tentang cara berpikir, bernalar, dan berlogika melalui aktivitas mental tertentu yang membentuk alur berpikir berkesinambungan.

Nantinya berujung pada pembentukan alur pemahaman terhadap materi pembelajaran matematika berupa fakta, konsep, prinsip, operasi, relasi, masalah, dan solusi matematis tertentu yang bersifat formal-universal. Proses mental tersebut dapat memperkuat disposisi siswa untuk merasakan makna dan manfaat belajar matematika.

Dengan belajar matematika, siswa juga dapat berpikir secara rasional, mempunyai sikap yang adil, mandiri, sabar, tangguh, disiplin, percaya diri, dan rendah hati. Sikap atau karakter tersebut akan muncul bila terbiasa mengerjakan soal-soal matematika. Misalnya  di saat menyelesaikan  2x + 3 = 11, agar mendapatkan nilai x, langkah pertama dengan mengurangkan 3 di sisi sebelah kiri dan sebelah kanan dari tanda sama dengan. Sehingga menjadi 2x + 3 – 3 = 11 – 3, hasilnya menjadi  2x = 8. Kemudian langkah kedua,  sama-sama kedua ruas dibagi dengan 2 sehingga dapat ditulis 2x/2 = 8/2  yang hasil akhirnya menjadi x = 4.

Dari langkah pertama dan kedua penyelesaian materi  persamaan linier satu variabel tersebut, kita dapat belajar karakter adil. Sikap adil tersebut ditunjukkan dengan kita saling mengurangkan dan membagi di dua sisi yang ada. Jika hanya mengurangi di satu sisi saja, maka akan terjadi kesalahan.

Begitu juga bila hanya membagi di satu sisi, juga akan mendapatkan hasil yang salah. Hal tersebut bisa dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari dengan dimisalkan 2x + 3 = 11 adalah sebuah kelas. Di mana 2x, 3, dan 11 adalah anggota kelas. Apabila  kelas mempunyai kebutuhan untuk membeli perlengkapan kelas dengan jumlah tertentu.

Uang yang dikeluarkan akan dibagi rata untuk semua anggota kelas, bukan hanya sebagian saja. Begitu juga, kalau kelas mendapat hadiah dari manajemen sekolah, hadiahnya juga akan dibagi rata ke semua anggota kelas, dan materi matematika tersebut telah mengajarkan kita bersikap adil.

Contoh selanjutnya, pada materi Pecahan. Pecahan dapat  ditulis dengan simbol a/b, yang dibaca “a per b”. Dalam simbol ini, a disebut pembilang dan b disebut penyebut, a dan b merupakan bilangan bulat, dan b tidak sama dengan 0. Untuk menjadi pecahan, ada syarat yang harus patuhi yaitu penyebut b tidak boleh sama dengan nol.

Bagaimana kalau definisi tersebut dilanggar dengan tetap menuliskan penyebutnya nol, misalnya 1:0 ? Tentu hasilnya tidak terdefinisi. Silahkan dicari, bilangan berapa dikali dengan nol hasilnya 1, adakah bilangan yang memenuhi? Kalkulator pun akan menjawab error. 

Materi Pecahan tersebut mengajarkan kita untuk mempunyai sifat disiplin. Tidak boleh melanggar persyaratan yang ditetapkan. Bila melanggar pasti kosekuensinya jawaban akan salah.

Persyaratan di Pecahan juga berbeda dengan persyaratan di materi Eksponensial.  Jadi setiap materi mempunyai persyaratan tersendiri yang harus dipatuhi, meskipun terkadang ada persyaratan yang sama atau berkaitan. Hal ini sama dengan  hidup manusia, ada aturan yang harus dipatuhi.  Seperti  pepatah mengatakan, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.

Selain itu, materi Pecahan juga mengajarkan kita untuk rendah hati, tidak boleh sombong.  Untuk 1:0 saja kita tidak mampu mencari solusinya, artinya sepintar apapun kita, berkacalah pada soal 1:0 tersebut. Soal yang sederhana, tetapi kita tidak mampu menjawabnya. Artinya ilmu kita masih sedikit dan perlu terus belajar lagi. Hal tersebut seperti dalam firman Allah SWT  Surat Al-Isra’ ayat 85 yang artinya “Kamu diberi pengetahuan hanya sedikit”.

Di atas hanya segelintir contoh manfaat belajar matematika yang bisa disampaikan ke siswa. Dengan siswa mengetahui manfaat materi yang dipelajari, siswa  akan merasa ilmu tersebut dibutuhkan sehingga dengan senang hati untuk terus belajar dan dengan sendirinya mereka akan menyukai ilmu tersebut, meskipun banyak faktor lain yang mempengaruhi kesukaan mereka terhadap matematika. []

)* Penulis adalah Guru Matematika/Kepala SMA Sukma Bangsa Pidie dengan pendidikan terakhir Magister Pendidikan Matematika Universitas Syiah Kuala.

Artikel ini telah tayang di AcehTrend.com

You may also like

Leave a Comment